Aku menemukan
sebuah diary lusuh yang sudah sekian tahun tak tersentuh. Aku mulai membukanya,
mencoba menyelami kenangan yang tertulis disana kala masa itu. Aku mulai
tersenyum-senyum sendiri, menertawakan kebodohan demi kebodohan yang pernah ku
tulis disana. Namun, tiba-tiba aku tersentak membaca halaman ketiga dari buku
diary itu. Disana secara mengejutkan tercetak namamu beserta ukiran pertemuan
terakhir kita, 6 tahun silam.
Dalam diary
setebal itu, hanya ada 5 baris yang menceritakanmu. Tetapi, dengan itu saja mampu
mengantarku pada memori yang selama ini paling kuhindari untuk kujamah. Karena
aku tahu, memori ini akan menjalar cepat layaknya bisa ular yang menyebar dalam
tubuh melalui darah, menyerang diriku habis-habisan hingga lumpuh karenanya.
Secepat itulah
memori-memori pertengkaran kecil kita dulu memutar dalam bioskop otakku.
Pertengkaran-pertengkaran tak berujung, saling tuduh yang selalu berakhir
dengan kemarahanku, bahkan saling tidak sapa. Sangat kekanak-kanakan sekali
kita dulunya, tak pernah mau mengalah siapa yang harus minta maaf terlebih
dulu. Kalau bukan karena wali kelas kita yang sudah kepalang lelah mendamaikan
kita, tak akan ada kata maaf meluncur dari mulut kita berdua.
Aku jadi
tertawa, mengingat pertemuan terakhir kita. Sungguh keajaiban sekali kamu
melontarkan kata maaf itu terlebih dulu, atau mungkinkah karena kamu tahu kita
tak akan pernah bertemu lagi seperti sekarang ini?
Besok tanggal 22 januari ya? Suara hatiku ini sukses membuatku kembali terlempar ke dalam lubang kenangan masa lalu. Ketika seseorang tengah mencari
data tentangmu dan kamu tak mau memberinya. Dengan gigih, ia menemukan data dirimu di tumpukan buku-buku di lemari kelas kita dulu. Namun, sepertinya ia membutuhkan kepastian dan kembali memilih untuk bertanya padamu, “Kamu lahir tanggal 22 Januari kan ? seperti yang tertulis di buku ini,” katanya sambil menyodorkan sebuah buku tulis bersampul cokelat.
“Anggap saja
begitu, itu tidak penting,” jawabmu sambil lalu, dan kembali bergurau dengan
sahabatmu.
“Kamu ini, itu kan untuk keperluan
pendataan. Tentu penting! Cepat katakan yang sebenarnya!”
Sungguh aku
jengkel sekali melihat tingkahnya yang sok dan tak peduli saat itu, maka serta
merta kukatakan, “Ya sudah li, kalau dia ga mau. Ga penting juga data dia
buat Pak Imron.”
Aku tahu dia
pasti balas mencerca dan aku sudah siap melawan seperti biasanya. Tetapi aku
salah, kali ini ia tidak biasanya. Ia hanya diam dan melengos pergi
meninggalkan kelas. Amalia, temanku yang tadi menanyakan untuk pendataan malah
dengan polosnya berlari mengejarnya demi mendapatkan kebenaran data tersebut.
Hari itu ya, Aku tertawa mengingatnya, tentu
saja ia tak akan berani mencari masalah lagi setelah ancaman dari Pak Imron,
wali kelas kami untuk membantuku menciptakan kedamaian kelas dan bukannya
bertengkar denganku sebagai partner pimpinan kelas. Ya, aku ketua kelas dan dia
adalah wakilnya.
Aku menghela
napas panjang, takut sesak nafas karena memori-memori itu kembali berkeliaran.
Menimbulkan beribu tanya yang tak pernah ada jawabnya, kapan kita akan bertemu
lagi?
Kututup kembali
diaryku dan meletakkannya ditempat yang seharusnya tersembunyi dan susah
kutemukan nantinya. Berharap dengan begitu, kenangan yang tersingkap itu
kembali tidur tenang.
30 menit telah
berlalu dan aku belum bisa terlelap. Penujuk waktu sudah menunjuk angka 12, aku
tersenyum. Baiklah aku menyerah, sehari ini saja ku biarkan kamu meraja lela di
istana memoriku. Silahkan menari dan menyanyi sepuasmu, anggap saja ini kado
untukmu. Terlepas dari benar tidaknya leluconmu, aku mengirim sebuah doa untukmu yang
entah dimana sekarang. Sudah saatnya tidur, aku pun segera memejamkan mataku. Namun sebelum itu, bibirku mengatankannya dengan lirih, “Selamat Ulang Tahun, Theo!”
(fatimahghaniem - 22 Januari 2013)
theo???? hemhhh...
ReplyDeletewhy? feeling so familiar with yours? :p
Deleteaiiih cinta bertepuk sebelah tangan. apa berdasarkan pengalaman pribadi? wkwkwk ^^v
ReplyDeletewahahaha zahra bisaa banget, there should be something real inside the fiction. glad if you feel so then, berarti aku sukses menerapkan teori literature hahaha :p
Deletethanks for visiting :*