Aku akhirnya mencoba
mengunjungi pantai hari ini, dan sudah kuhabiskan seperempat hari hanya untuk
memandangi laut. Jangan bertanya aku sedang apa, aku hanya merindukanmu dan mungkin
hanya laut yang bisa membuat rinduku ini mengering habis.
Kenapa harus pantai? Tentu saja, karena ini tempat favoritmu. Kamu tak pernah henti menceritakannya demi membuatku tergoda untuk mampir. Kamu pasti senang melihatku berdiri di tengah lautan pasir,
meninggalkan jejak kakiku disana.
Aku ingat sekali
kamu selalu bilang, pantai itu tempatmu melepaskan penat, menghapus duka
dan menanam asa. Bersama laut, kamu bisa bercumbu dengan kuatnya karang dan
kerasnya tamparan ombak. Menyadarkanmu akan arti keberadaanku, ya kamu selalu bilang aku
adalah pengingatmu untuk selalu menjejak tanah dan meraih mimpi.
Lihat, hanya
dengan menatap pantai aku bisa mengingat banyak hal tentangmu. Jangan marah aku
tak pernah berkunjung kesini, bukan karena aku tidak ingin mengingatmu tetapi
aku tak mau larut dalam kesedihan yang kamu tabur. Kamu harus tahu, merindukanmu saja sudah membuatku uring-uringan.
Ku tulis namamu
didekatku berdiri, mencoba menantang ombak yang datang menghampiri. Seberapa
sanggup kamu meraih dan merebut namanya yang kulukis indah disampingku? Aku
tertawa ketika kulihat dengan mudahnya namamu terhapus oleh sapuan ombak. Kamu mungkin
benar, ombak memang keras seperti kerasnya aku yang melarangmu pergi ke
tempatmu berada sekarang.
Di ujung kanan sana , banyak sekali batu
karang yang bersiul mengajakku untuk mampir. Dengan kesal aku melangkah menuju
bebatuan tersebut, melompat perlahan menyampaikan makian karena pantai berhasil
merampas kamu dariku. Lagi-lagi aku tertawa pilu, jatuh terduduk akibat lumut
hijau yang marah karena aku telah melecehkan kuatnya karang. Aku kesal, karena
kamu pergi tanpa kabar.
Kenapa kamu
bilang aku mirip seperti laut? Aku sama sekali tidak seindah laut biru, tidak
sedikitpun. Kenapa kamu bilang aku sekuat batu karang? Kamu terlalu naif menilaiku,
aku rapuh tanpa hadirmu. Kenapa kamu bilang aku bagaikan tamparan ombak yang
selalu kamu rindu? Aku bahkan sekarang membenci ombak yang membawa pergi dirimu
entah kemana.
Kembali kuingat
pertengkaran hebat itu, saat kamu lebih memilih pergi menyebrangi lautan hanya untuk
sekedar memuaskan diri. Kamu bahklan memilih menghiraukan sejuta peringatan yang
kuikrarkan demi menghentikan langkahmu sebulan yang lalu. Kamu lihat sekarang? Kamu
hilang tak berbekas entah dimana.
Sekarang aku
ragu dengan asumsimu. Kukira kamulah laut, batu karang dan ombak itu, bukan aku
seperti yang selalu kamu sampaikan. Aku hanyalah pasir pantai yang merupakan butiran
kehancuran sang karang, yang rapuh disapu ombakmu dan tidak indah tanpa adanya
lautan. Aku, akulah yang membutuhkanmu, bukan kamu.
Mendadak suara
ringtone yang kurindukan itu menggema di tengah tangisan piluku, sejenak
membuatku tertegun memandangi layar handphone yang mengedipkan namamu.
“Hai,” katamu
diujung telfon. Kamu tahu aku bisu mendadak, tidak sanggup berkata-kata.
Mendengar suaramu yang telah sebulan hilang, sudah sanggup membuncahkan
tangisanku lagi. Tetapi tentu aku tidak mau menangis didepanmu, dan memilih
membisu. “Kamu dipantai? Sedang
apa?” Kata-katamu sungguh mengejutkan, membuatku reflek mencari keberadaanmu
disekeliling pantai, tetapi kamu tidak ada dimana-mana. “Kamu merindukanku?” dan
kamu tertawa kecil.
“Tentu saja!” Jeritku
kesal. “Kamu sekarang dimana?”
“Masih ditempat
ekspedisi pencarian paus, sedang apa kamu di pantai?”
“Bagaimana kamu
tahu aku sedang di pantai?”
“Aku hafal suara
ombak yang selalu memelukku,”
“Jangan sok
puitis!”
“Kamu yang
membuatku puitis akibat rindu yang sudah tertimbun”
Aku tertawa, “Itu salahmu!”
“Maaf sudah
membuatmu khawatir, disini susah sinyalnya. Secepatnya aku pasti pulang,”
Lihat, kamu selalu
asyik dengan asumsimu, selalu begitu. Kamu seharusnya tahu aku disini sangat
merindukanmu, menginginkanmu cepat kembali. Aku memang egois, melarang
kesenanganmu demi ingin melihatmu selamat disini. Tetapi semua itu tidak ada
artinya. Karena seperti yang sudah kukatakan, aku hanyalah pasir pantai yang
tunduk akan ombak. Hanya mendengar suaramu saja, aku sudah lupa akan semua
kegelisahanku terhadapmu. Hanya mengetahui kejelasanmu dimana saja, sukses
membuatku lupa akan seluruh kesal dan kecewaku terhadapmu. Kamu lihat kan , sungguh kuat
pengaruhmu terhadapku. Membuatku tak henti jatuh cinta kepadamu, seperti halnya hari ini kau membuatku jatuh cinta kepada laut yang
membawamu kembali kepadaku.
(fatimahghaniem - 14 Januari 2013)
P.S. : Cerpen pertama yang saya publish di blog demi merealisasikan tantangan dari @AzuraMiuw_ Saya tahu ini jelek dan kepanjangan, saya memang ga ahli bikin cerpen! silahkan dihina-hina tidak masalah :) Oh iya, just information aja lho, inspirasi cerita ini sebagian besar dari kunjungan saya ke Papuma akhir desember lalu bersama teman-teman yang pernah saya ceritakan di short rush travelling. Terakhir, ini foto favorit saya, yang diambil sahabat saya @adityajanu.
No comments:
Post a Comment