Saturday, October 7, 2017

Merefleksikan Amarah

Credit Google
Ada kalanya saat kesal dan marah dengan seseorang, aku memilih diam. Diam hingga dingin kepalaku, lalu menyampaikan apa yang kukesalkan pada orang tersebut. Kadang mungkin terlupakan dengan sendiri (seringnya sih gitu). Mungkin cara ini cupu, boring dan terlihat bodoh. Tidak apa, ini adalah caraku.

Kadang sempat pula terpikir, enak juga ya kalo bisa langsung marah mengumpat. Namun, kuteringat pesan seorang sahabat yang mengatakan "jika kita bisa memberi tahu dan mengingatkan seseorang dengan cara baik-baik, kenapa harus dengan marah-marah dan menyakiti hatinya." Berat memang, kadang aku pun juga khilaf. Tiba-tiba ngomel dan marah. Tapi aku sangat sadar, kata-kata temanku ada benarnya. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi dengan hidup orang hingga ia membuat kita jengkel. Lalu untuk apa, jika kepedulian kita untuk mengingatkannya, (yang dihaturkan dengan amarah) justru memunculkan kejengkelan lain dalam hati orang yang kita pedulikan? Sepertinya hanya akan memperburuk hubungan sesama saja.

Well, kadang aku sampai pula pada pernyataan "Lha sabar ada batasnya kali" lalu kuteringat respon ayahku kala dulu, "ya kalo sabar ada batasnya, berarti kamu masih kalah perang sama setannya. Sabar itu ga ada batasnya, sabar itu separuh dari iman" Jleb! Duh, lebih malu kalah sama setan daripada sama manusia!

Dulu aku adalah orang yang sedikit banyak suka marah-marah. Sekarang aku terus mencoba menguranginya. Kukira memang marah menghabiskan energiku saja, ketika aku bisa melakukannya dengan cara baik-baik.

Kadang aku masih sering di titik rendah, dimana aku sangat kesal hingga ingin marah dengan seseorang. Namun, selalu kucoba menahannya (jangan lupa istighfar) dan meneruskannya pada momen refleksi yang membantuku untuk meredam emosi. Beberapa orang bilang, ketidaksanggupanku marah sangat lucu, bikin iba, bikin kesal atau bahkan terlihat lemah dan bodoh. Hahaha sebal juga dikatain, siapa yang ga kesal dikatain kan? Tapi ya sudahlah, ini cara yang kupilih. Mungkin aku terkesan sebagai orang yang menghindari masalah dan bahkan terkesan membosankan. Gapapa, aku insyallah mencoba tidak peduli. Toh ya, kodrat manusia untuk khilaf melabeli pilihan hidup orang. Ini caraku, caraku untuk terus belajar memahami proses bersabar dan bersyukur menjalani hidup. Lagian, menjadi pemarah kayaknya udah mainstream ya, di masyarakat sekarang haha :p

Jika circleku tengah mendorongku untuk menjadi orang yang (tampak) kuat dengan cara menjadi pribadi yang ekspresif dalam marah-marah, anggaplah aku tengah diuji untuk mempertahankan apa yang telah ayah dan sahabatku ajarkan padaku. Mempertahankan apa yang kupercaya dalam menjalani hidup.
Aku pun tidak bermaksud mengatakan bahwa cara orang lain itu tidak lebih baik dariku. Semua orang punya caranya sendiri untuk menjalani hidup. Aku menghargainya, dan kuharap kalian juga menghargai pilihanku.

Terima kasih, sudah memberikanku pengalaman hidup yang berbeda di setiap detik yang kualami.

Fatimah
7/10/17

Sunday, March 19, 2017

Passengers (2016): Must Watch or not?

I am not a kind of movie freak. Tapi abis nonton film ini, tiba-tiba aja kepo dengan rating dan komen dari beberapa situs film mulai imdb, rotten tomatoes sampe indowebster thread. Emang kenapa? Ternyata beberapa emang memperdebatkan film ini, whether it's good or not? Well, let's talk about this!

Pertama, mari membahas tentang ratingnya yang harus rela meluncur turun ke angka yang kritis. Why oh why? Kalo dari segi ceritanya, film ini nyeritain tentang orang-orang yang berusaha survive for the best future. Model-model film yang bikin penonton punya ekspektasi gedhe. Belum lagi, film-film sci-fi sebelumnya sering banget bikin penonton puas, kagum bahkan sampe nangis macem Armageddon, Deep Impact sampe Interstellar. Dengan ekspektasi yang gedhe ini, penonton Passengers disuguhin cerita romance sci-fi, yang kalo boleh dibilang mirip cerita film Titanic. Sebuah kisah romantis antara dua orang tokoh yang berusaha memperbaiki kapal karam setelah menabrak meteor dalam perjalanan menuju rumah kedua the homestead II. Walhasil, penonton kecewa.

Beberapa komen juga bilang kalo film ini:  it's good in a half beginning, but the rest is not. Hmm, kenapa ya? Ceritanya menarik dari awal, tapi begitu masuk ke climax, malah ga berasa. Ini karena konflik yang udah muncul sedari awal itu yang jadi climax, so predictable. Manalagi resolusinya juga ga greget, ga ada semacam twisted story atau sesuatu yang bikin penonton masih penasaran untuk tetep nonton sampe akhir. Jadilah berasa monoton nontonnya. Walau ada dua permasalahan yang dihadirkan (konflik kapal bermasalah yang muncul dari awal dan konflik pria kesepian), jawabannya itu bisa ditebak di tengah-tengah cerita.

Tapi kalo ditilik lagi dari komen penontonnya, ada juga yang bilang film ini punya bad moral value karena konflik tentang egoistic decision dari tokoh pria yang saking desperatenya buat hidup sendirian di kapal, akhirnya memilih membangunkan salah seorang penumpang cewek yang bikin dia jatuh cinta. Well, menurutku malah justru poin masalah ini yang bisa bikin film Passengers dapet rating lebih bagus. Sayangnya, poin masalah ini kurang dielaborasi lebih dalam. Kisah tentang seorang pria yang akhirnya harus hidup sendirian, like literally sendirian bikin film ini punya poin bagus buat menerangkan nilai filosofis tentang kehidupan manusia. Siapa sih yang ga putus asa dan desperate kalo hidup sendirian? (it's me! I feel attached coz I feel the same way hahaha). Film ini kayak menegaskan kalo nyatanya manusia emang makhluk sosial toh ya? Mau hidup mewah berkecukupan, kalo sendirian dan cuma ngomong sama robot ya bikin stress juga. Ada banyak nilai-nilai filosofis yang bertebaran dalam film ini, kayak nilai tentang kemanusiaan, tentang pilihan hidup dan tentang standar kebahagian. Makanya, harusnya sih masih layak buat dapet 2 bintang. Yah, walaupun emang endingnya ga diperjelas lagi tentang cerita kehidupan tokoh setelah memilih hidup bersama. Mungkin emang film ini cuma fokus ke masalah kapal karamnya. Jadi pas masalahnya kelar, blarr buyar ceritanya. Pokok dua tokohnya berakhir bersama dan bahagia, selesai.

Poin bagusnya lagi, film ini punya visual effect tentang space adventurenya yang terbilang incredibly wonderful. Belum lagi, aktor dan aktrisnya yang good-looking. 1 bintang lagi buat film ini deh, ya walau kadang pas nonton masih sering merasa ngeliat J-Law yang meranin Aurora Lane sebagai Katniss Everdeen yang tangguh, apalagi pas nangis sambil teriak-teriak 🙊✌️ 

Overall, film ini masih must-watch untuk yang suka romance, but not that must-watch bagi pecinta sci-fi movie. Here it is, mengakhiri tulisan ini, I give 3 stars for Passengers! Happy watching!


FAG/18317