Wednesday, January 16, 2013

Hari ke-16 : The Heavenly Couple

Liburan memang identik dengan bermalas-malasan, tapi bakal asyik kalo kamu punya segudang film atau buku untuk dilahap. Sayangnya saya ga ada rencana mengoleksi tumpukan film dan buku untuk liburan ini, karena justru saya lagi pengen melancong atau travelling kemana gitu. Tetapi namanya juga belum takdir, dikarenakan suatu hal I should stay at home.

Dua hari yang lalu, saya menemukan novel berjudul The Heavenly Couple yang tergeletak di antara buku-buku di meja belajar yang dipinjamkan adik sepupu saya sekian bulan silam yang saya bahkan ga ingat kapan. Well, lumayan kan buat mengisi waktu luang? Berikut review novel tersebut versi saya. Selamat menikmati!

The Heavenly Couple adalah jenis novel yang cukup romantis, tidak terlalu menye-menye yang melulu menceritakan kisah cinta remaja. Novel ini bercerita tentang sepasang suami istri muda bernama Majid dan Malihe yang mendapat kesusahan dalam menjalani kehidupan mereka dikarenakan label kriminal yang didapat Majid setelah dituduh mengetahui jejak adiknya yang kabur dari penjara akibat gerakan revolusioner yang diikutinya. Oleh karena itu, Majid memilih untuk berimigrasi keluar negeri, dan pilihannya jatuh ke Turki. Namun, Majid sebagai seorang yang dicap bahaya dan extremest tidak memiliki hak atas paspor. 

taken from
komunitasbacabuku.com
Malihe adalah istri yang sangat baik dan teguh pendiriannya. Baginya sosok ibunya adalah figur teladan untuk menjalani kehidupannya sebagai seorang istri. Dari sinilah keputusannya untuk menemani Majid berimigrasi lahir. Ia rela bersusah payah menemani Majid menyelundup hingga perbatasan bersama kedua anaknya, Mahdi dan Shaba. Malihe juga rela mengantri demi mendapatkan visa di kantor PBB, karena Majid tidak bisa berkeliaran secara bebas. Tidak hanya polisi tetapi jga kawan-kawan revolusioner Hosein, adik Majid yang kabur dari penjara pun mengejar keberadaan mereka. Perjalanan mereka memang tidak mudah, banyak hal terjadi diluar perkiraan mereka apalagi menghadapi tanah airnya, Iran pasca perang. Beruntungnya mereka bertemu dengan pasangan suami istri yang baik hati bernama Nyonya Golin dan Tuan Akram Afandi yang memberikan mereka pekerjaan dan tempat tinggal sementara pada masa pelarian keluarga kecil tersebut. 

Ceritanya cukup menarik lho dari awal hingga penghujung cerita, Manije Armin penulis novel ini benar-benar mengantarkan kita pada suasana Iran pasca perang yang mana tidak hanya perang yang membuat penduduk setempat resah tetapi juga keberadaan extremist revolusioner yang bergerak untuk kepentingan organisasi misalnya. Jalan ceritanya pun seru untuk diikuti dan membuat penasaran.

Sayangnya, novel The Heavenly Couple ini menurut saya tidak mencapai klimaks dan penyelesaian yang bagus. Terkesan tergesa-gesa mengakhiri cerita dan tidak jelas maksud dari penyelesaian dan endingnya yang agak sedikit menggantung. Selain itu juga, tidak ada keterangan berupa footnote atau glosarium penggunaan bahasa parsi yang kadang muncul di novel ini. Tetapi, overall novel ini cukup recommended buat kamu-kamu yang pengen mengisi waktu luang. Lumayan kan, bisa menyelami Iran dan nasib penduduk setempat yang resah akan kehidupan mereka.

Terakhir, ada semacam quote favorit novel ini yang menjadi kekuatan terbesar Malihe untuk berbakti kepada suaminya. Quote yang disampaikan ibunya Malihe yang menjadi prinsipnya untuk teguh menemani suaminya disaat apapun. 
"Seorang gadis masuk rumah suaminya dengan pakaian pengantin dan harus keluar dari sana dengan kain kafan - The Heavenly Couple"
Tidak menuntut perintah, tapi manis untuk dilaksanakan. Benar tidak? 


(fatimahghaniem - 16 Januari 2013)

2 comments:

  1. kayaknya bisa dipake buat bikin skripsi itu fi....

    ReplyDelete
  2. kagak bisa za,itu novel terjemahan dan too short -.-
    tapi bisa deh di consider, haha thank you for reading this xoxo

    ReplyDelete