Tuesday, February 10, 2015

Sebuah Kejutan Kecil

Selama satu minggu ini, Allah SWT tengah memberiku sebuah kejutan kecil yang hingga kini tak kuketahui maknanya. Mungkin memang terlalu sepele dan lebay, tapi tidak ada salahnya berpikir positif bukan? masih kuyakini, ada maksud dibalik pertemuan beruntun yang tidak sengaja ini. sebuah pertemuan singkat nan menggelitikku untuk menulis tentangnya, tentang seorang teman dengan ceritanya yang kusimpan secara unik dalam memoriku. Pertemuan yang akhirnya sedikit mengusik tabir kenanganku dikala SMA, moment yang hampir 6 tahun telah berlalu itu. Lho Apa hubungannya?


Awal cerita, kejutan kecil dariNya tersebut datang dan disponsori oleh transportasi favorit yang mengangkutku riwa-riwi hometown and my current living (ciye code-switchingnya banyak) yakni kereta api dan angkutan biru kota malang serta kampus yang telah memberiku gelar sarjana, sebutlah Universitas Brawijaya. Sebelum melompat mengenai pertemuan tersebut, saya baru ingat di bulan-bulan akhir tahun lalu, saya sempat menemukan foto wisuda serta foto kuliah terbarunya di beranda facebook. Lewat keisengan saya yang asal komen sambil mengucapkan selamat, kami akhirnya mengobrol singkat soal berita terkini masing-masing dari kami, yang ditutup dengan basa-basi see you in campus yaa!

Ini basa-basi rupanya diaminin olehNya (so guys, be aware to what you have said). Minggu lalu, seorang dosen mengirim sms singkat yang meminta saya segera kembali ke kampus untuk menghadiri perpisahan dengan mahasiswa asing yang tengah belajar Bahasa Indonesia saat itu. Hari itu pula, Allah mentakdirkan saya mengambil rute angkutan yang berbeda dari biasanya. Ini karena kunci rumah masih dibawa sahabat saya yang juga lagi on the way kembali ke kota kampus kami dari hometownnya. Jadilah saya mengungsi dikosan adik tingkat yang notabene dekat dengan kampus tetangga, yakni mantan kampus teman yang saya temuin itu. 

4 tahun kampus kami bertetangga, tidak ada satu kalipun kesempatan kami bertemu. Sejauh seingetan saya lho yaa. Jadi sungguh mengejutkan ketika saya menemukan dia, berada dalam satu angkutan dengan saya, turun di depan kampus tetangga sama persis dengan saya, lalu kemudian mengobrol singkat dengannya! Wow... internal conflict pak Freud muncul dimana satu sisi saya super senang ketemu teman lama bisa ngobrol ini itu walau singkat sekali, di sisi lain saya pengen sembunyiin muka dari dia. Entah kenapa saya malu. :((

Tepat satu minggu setelah hari tersebut, sang pencipta skenario ini masih bermain dengan pertemuan tak terduga itu. Ya, saat saya mengambil perjalanan pulang menuju Bangil, my hometown (Bangil is a part of Pasuruan Region. It's not in Madura, People!) dengan menggunakan transportasi favorit saya, sebutlah kereta api, tak disangka-sangka... saya masuk di gerbong yang sama dengan dia! DAMN! 

Jadilah saya menyembunyikan diri supaya tak terlihat olehnya, bahkan saya sukses turun duluan untuk menghindari pertemuan itu. Well then, sang penulis cerita sejuta umat tak pernah bisa ditolak memang, saat saya terpaksa harus masuk gerbong lagi (setelah sukses turun yang pertama) karena helm saya masih ketinggalan nangkring di tempat barang bagian atas penumpang. DAMN! Belum juga naik, dia udah muncul untuk turun dari kereta sambil menebarkan senyumnya saat melihatku dan bertanya, "Lho mau ke Malang?" Tanpa ambil pusing karena panik, jadilah saya menjawab to the point "ga, dari Malang kok. Ini ada barang yang ketinggalan!" Lalu saya segera naik tanpa peduli, ambil barang, turun dan segera meninggalkan stasiun melalui arah yang berlawanan dengannya. Saat saya berjalan pulang, saya baru merasakan betapa hinanya saya, mengabarinya tentang barang saya yang tertinggal! Makin numpuk rasa malunya, pemirsa!

Anyway, yang membuat saya berpikir ulang kenapa saya malu bertemu dengannya adalah... sekelebatan kisah SMA yang mungkin dia ga tau, but on that moment... saat melihatnya, semua kebodohan itu kembali muncul ke permukaan! DAMN!

Yaaa, pertemuan kami membuatku teringat masa-masa konyol itu, masa-masa SMA. Bagaimana mungkin aku tak meningatnya, jaman-jaman kucel nan tak tahu diri, dimana semua orang naksir sana-sini tapi aku hanya berada diantara mereka, menjadi tempat curhat yang bahkan aku sendiri tak pernah mengalaminya (yeah, hingga kini pun masih tetap sama). Uh yeay, cukup bangga untuk mengakui bahwa saya tidak pernah pacaran. Selain karena tubuh bongsor dan wajah tidak cantik dimana ga akan ada orang yang melirik saya sedikit pun, saya juga terlanjur menelan habis doktrin orang tua yang memang melarang saya pacaran. Disisi lain, saya akhirnya mengambil hikmah sambil terus berpikir positif. Kini, saya cukup bahagia bisa hidup fokus demi mencapai masa depan cerah daripada sibuk naksir sana-sini (ceileeeh). Urusan menikah, insyallah saya percaya Allah SWT sudah mengaturnya. 

well, kembali ke jaman SMA. Masa dimana saya nekat mengeksplorasi semua bidang seni tanpa dibatasi. ikut teater, ikut jadi reporter majalah, ikut akting pokoknya serba kegiatan menyibukkan diri. Bukan berniat kabur dari teman-teman yang dimabuk naksir sana-sini, tapi memang hal itu yang justru menarik minat saya selama duduk di bangku SMA. Hingga suatu keanehan muncul, saat saya bertemu dengan teman yang hmm.. gimana ya bilangnya, cukup diragukan kehadirannya yang tiba-tiba nongol di club teater saat duduk di kelas 2 SMA. Nah, sebut saja dia Hanif. Jangan berpikir macam-macam, tidak ada yang special dengan dirinya, kecuali dia adalah pribadi yang mau belajar dan bekerja keras.

suatu ketika, saat saya sedang bercengkerama di taman depan kelas dengan dua orang teman saya, si Hanif sedang melenggang bersama dua orang temannya yang ternyata gebetan dua teman saya ini. (Oh man, rumit sekali menjelaskannya, semoga kalian masih paham). Saat itu santer sekali digosipkan bahwa ketiga lelaki tersebut adalah 3 lelaki most wanted di sekolah (oh baby baby baby *backsound lagu meteor garden). Pantaslah kalau setelah itu, dua teman saya ribut menggelepar dan berisik karena gebetannya barusan lewat (lebay dikit ya yang ini). Sedangkan saya hanya mendengarkan sambil mencela sana-sini atau mengiyakan atau ikutan tertawa. Ya, pokoknya berusaha ikut nimbrung seolah paham perasaan mereka sekalian membahagiakan teman juga.

Singkat cerita, entah bagaimana awalnya.. saya dijadikan agen rahasia untuk mengorek informasi mengenai para gebetan dua teman saya tersebut melalui Hanif yang notabene adalah sahabat para gebetan tersebut. Namun, saya ya tetap saya, gengsi mampus buat mengorek-ngorek informasi begituan. Ujung-ujungnya saya ambil cara termudah! Saya akhirnya sering main ke kelas Hanif, untuk nemuin dia dan pimred saya di majalah sekolah (yang kebetulan satu kelas dengan 3 lelaki favorit sekolah kala itu) dengan alasan bahas apa-apa tentang ekskul yang kami ikuti sambil lirik kanan kiri mencari tahu mengenai dua gebetan teman saya tadi (OMG, mengingatnya membuat saya merasa hina sekali).

Banyak sekali kejadian konyol yang menyebabkan, ujung-ujungnya, mulai muncul gosip saya dan Hanif dekat, walaupun gosip ini cuma tersebar antar sahabat-sahabat saya dan sang pimred. Karena desas-desus ini, akhirnya saya malah dengan bodohnya menjadikan hal ini sebuah alibi jitu "yaudahlah aku naksir dia aja, biar ga kalian doang yang punya orang yang ditaksir" (tepuk tangan untuk kehinaan yang semakin meningkat ini pemirsa!).

Selanjutnya, saya jadi ikutan nungguin gebetan lewat dengan poin plus si Hanif menyapa saya beberapa kali (karena kepentingan ekskul maksudnya). Dan, yaa... saya cukup menikmati keberisikannya. Entah karena saya merasa seperti lebih unggul deket gebetan (jadi-jadian) atau karena saya ikut-ikutan euforia anak SMA yang lekat dengan drama percintaan (menurut sinetron Indonesia dari jaman dulu sampe sekarang yang entah darimana paradigma ini ditempelin sampe menggerogoti otak remaja sekarang).

Tapi ya sebatas begitu, sebatas heboh ngobrolin, sebatas teman, sebatas ngerjain tugas ekskul, sebatas manggung, sebatas gitu-gitu aja. It's really nothing special between me and him. Mungkin, The only thing that I can remember about him adalah dia orangnya kalo senyum ada lesung pipitnya, dan karena dulu dia jarang banget senyum sampe sempet bikin beberapa orang negative thinking melulu, justru hal itu yang paling melekat dengan si Hanif ini.
 
Nah kan, memalukan kan. Makanya saya malu sendiri kalo ketemu orangnya. Tetapi, kemudian saya berpikir bahwa dua kali pertemuan tak sengaja ini terjadi tentu bukan tanpa maksud, bukan? Pertama, menyambungkan silaturahmi yang tadinya terputus, kedua hm.. apa ya, yang kuingat mungkin dia jadi lebih rajin tersenyum lho. Okey fine, tidak penting. 

Sudah, biarlah, kejutan kecil ini menjadi secuil hiasan manis yang memberi warna dalam mengarungi kehidupan baru saya ini. Masih tidak ada yang special diantara kami, semuanya masih sama. Yang berbeda adalah kami yang tumbuh semakin dewasa, dan yah... semoga saya bisa kuat menahan malu kalau masih mau menyambung tali silaturrahmi kami sebagai teman SMA yang menikmati dunia teater. Walau simple dan terkesan unnecessary moments, tapi pertemuan ini memang sebuah kejutan kecil dariNya.

Hi! Teman Lama!
fatimahghaniem
Bangil,10 February 2015 - 20:04

4 comments:

  1. Tulisan yang menarik. :)

    Bahasanya sangat enak dan mengalir :)

    ReplyDelete
  2. Can I mention that guy? haha

    recalling past moment is somewhat ridiculous, it drives us to something best in the future, however. what you tell us today is about what you've passed yesterday. keep inspiring us with your great experiences by your writing :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hey,i've just read it Nons. Anw, thanks for troubling yourself to read this :3

      Delete