Monday, January 14, 2013

Hari ke-14 : Merindu

Aku akhirnya mencoba mengunjungi pantai hari ini, dan sudah kuhabiskan seperempat hari hanya untuk memandangi laut. Jangan bertanya aku sedang apa, aku hanya merindukanmu dan mungkin hanya laut yang bisa membuat rinduku ini mengering habis.

Kenapa harus pantai? Tentu saja, karena ini tempat favoritmu. Kamu tak pernah henti menceritakannya demi membuatku tergoda untuk mampir. Kamu pasti senang melihatku berdiri di tengah lautan pasir, meninggalkan jejak kakiku disana.

Aku ingat sekali kamu selalu bilang, pantai itu tempatmu melepaskan penat, menghapus duka dan menanam asa. Bersama laut, kamu bisa bercumbu dengan kuatnya karang dan kerasnya tamparan ombak. Menyadarkanmu akan arti keberadaanku, ya kamu selalu bilang aku adalah pengingatmu untuk selalu menjejak tanah dan meraih mimpi.

Lihat, hanya dengan menatap pantai aku bisa mengingat banyak hal tentangmu. Jangan marah aku tak pernah berkunjung kesini, bukan karena aku tidak ingin mengingatmu tetapi aku tak mau larut dalam kesedihan yang kamu tabur. Kamu harus tahu, merindukanmu saja sudah membuatku uring-uringan.

Ku tulis namamu didekatku berdiri, mencoba menantang ombak yang datang menghampiri. Seberapa sanggup kamu meraih dan merebut namanya yang kulukis indah disampingku? Aku tertawa ketika kulihat dengan mudahnya namamu terhapus oleh sapuan ombak. Kamu mungkin benar, ombak memang keras seperti kerasnya aku yang melarangmu pergi ke tempatmu berada sekarang.

Di ujung kanan sana, banyak sekali batu karang yang bersiul mengajakku untuk mampir. Dengan kesal aku melangkah menuju bebatuan tersebut, melompat perlahan menyampaikan makian karena pantai berhasil merampas kamu dariku. Lagi-lagi aku tertawa pilu, jatuh terduduk akibat lumut hijau yang marah karena aku telah melecehkan kuatnya karang. Aku kesal, karena kamu pergi tanpa kabar.

Kenapa kamu bilang aku mirip seperti laut? Aku sama sekali tidak seindah laut biru, tidak sedikitpun. Kenapa kamu bilang aku sekuat batu karang? Kamu terlalu naif menilaiku, aku rapuh tanpa hadirmu. Kenapa kamu bilang aku bagaikan tamparan ombak yang selalu kamu rindu? Aku bahkan sekarang membenci ombak yang membawa pergi dirimu entah kemana.

Kembali kuingat pertengkaran hebat itu, saat kamu lebih memilih pergi menyebrangi lautan hanya untuk sekedar memuaskan diri. Kamu bahklan memilih menghiraukan sejuta peringatan yang kuikrarkan demi menghentikan langkahmu sebulan yang lalu. Kamu lihat sekarang? Kamu hilang tak berbekas entah dimana.

Sekarang aku ragu dengan asumsimu. Kukira kamulah laut, batu karang dan ombak itu, bukan aku seperti yang selalu kamu sampaikan. Aku hanyalah pasir pantai yang merupakan butiran kehancuran sang karang, yang rapuh disapu ombakmu dan tidak indah tanpa adanya lautan. Aku, akulah yang membutuhkanmu, bukan kamu.  

Mendadak suara ringtone yang kurindukan itu menggema di tengah tangisan piluku, sejenak membuatku tertegun memandangi layar handphone yang mengedipkan namamu.

“Hai,” katamu diujung telfon. Kamu tahu aku bisu mendadak, tidak sanggup berkata-kata. Mendengar suaramu yang telah sebulan hilang, sudah sanggup membuncahkan tangisanku lagi. Tetapi tentu aku tidak mau menangis didepanmu, dan memilih membisu. “Kamu dipantai? Sedang apa?” Kata-katamu sungguh mengejutkan, membuatku reflek mencari keberadaanmu disekeliling pantai, tetapi kamu tidak ada dimana-mana. “Kamu merindukanku?” dan kamu tertawa kecil.

“Tentu saja!” Jeritku kesal. “Kamu sekarang dimana?”

“Masih ditempat ekspedisi pencarian paus, sedang apa kamu di pantai?”

“Bagaimana kamu tahu aku sedang di pantai?”

“Aku hafal suara ombak yang selalu memelukku,”

“Jangan sok puitis!”

“Kamu yang membuatku puitis akibat rindu yang sudah tertimbun”

 Aku tertawa, “Itu salahmu!”

“Maaf sudah membuatmu khawatir, disini susah sinyalnya. Secepatnya aku pasti pulang,”

Lihat, kamu selalu asyik dengan asumsimu, selalu begitu. Kamu seharusnya tahu aku disini sangat merindukanmu, menginginkanmu cepat kembali. Aku memang egois, melarang kesenanganmu demi ingin melihatmu selamat disini. Tetapi semua itu tidak ada artinya. Karena seperti yang sudah kukatakan, aku hanyalah pasir pantai yang tunduk akan ombak. Hanya mendengar suaramu saja, aku sudah lupa akan semua kegelisahanku terhadapmu. Hanya mengetahui kejelasanmu dimana saja, sukses membuatku lupa akan seluruh kesal dan kecewaku terhadapmu. Kamu lihat kan, sungguh kuat pengaruhmu terhadapku. Membuatku tak henti jatuh cinta kepadamu, seperti halnya hari ini kau membuatku jatuh cinta kepada laut yang membawamu kembali kepadaku.


(fatimahghaniem - 14 Januari 2013)

P.S. : Cerpen pertama yang saya publish di blog demi merealisasikan tantangan dari @AzuraMiuw_ Saya tahu ini jelek dan kepanjangan, saya memang ga ahli bikin cerpen! silahkan dihina-hina tidak masalah :) Oh iya, just information aja lho, inspirasi cerita ini sebagian besar dari kunjungan saya ke Papuma akhir desember lalu bersama teman-teman yang pernah saya ceritakan di short rush travelling. Terakhir, ini foto favorit saya, yang diambil sahabat saya @adityajanu



No comments:

Post a Comment